UNSUR-UNSUR PUISI
Herman
J. Waluyo (1987:27-28) menyatakan bahwa puisi dibangun oleh dua unsur pokok
yakni struktur batin dan stuktur fisik puisi. Struktur batin puisi terdiri
atas: diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi, dan tipografi
puisi. Majas terdiri atas lambang dan kiasan, sedangkan versifikasi terdiri
atas: rima, ritma, dan metrum.
Ahmad
Badrun (1989:6) menyatakan bahwa unsur yang selalu ada dan agak menonjol dalam
puisi adalah: (1) diksi, (2) imaji, (3) bahasa kiasan, (4) sarana retorika, (5)
bunyi, (6) irama, (7) tipografi, (8) tema dan makna.
I.A.
Richard (malalui Tarigan 1984) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari: Hakekat puisi: tema, rasa, nada, amanat atau tujuan; Metode puisi beserta sarana-sarananya: diksi, imaji, kata-kata nyata, majas, ritme dan rima.
Bertolak
dari beberapa pendapat di atas, maka unsur-unsur yang membangun puisi dapatlah
kita sederhanakan sebagai berikut:
1) Struktur batin: tema, rasa, nada dan
amanat;
2) Struktur fisik: diksi, imaji, kata
konkret, majas, versivikasi, dan tipografi puisi.
URAIAN
A. Haket Puisi
1. Tema.
Tema puisi adalah hal apa yang diceritakan dalam sebuah puisi. tema adalah dasar ide pokok dilahirkannya sebuah puisi oeleh penciptanya, misalnya kerinduan kampung halaman, kerinduan kepada orang tua, rindu kekasih, cita-cita dan sebegainya. Tema dapat ditemukan melalui judul, namun ada beberapa puisi pada judulnya tidak menggambarkan tema sehingga diperlukan analisis yang mendalam.
2. Rasa
Rasa adalah perasaan penyair terhadap objek atau hal yang ditemakan dalam puisinya. Rasa sangat berhubungan dengan aspek pembacaan puisi oleh penikmatnya. Namun rasa puisi dapat diperoleh lewat pengkajian yang mendalam.
Puisi "Doa" karya Chairil Anwar
DOA
Tuhanku
Dalam termanggu
Aku masih menyebut
namaMu
Biar susah sungguh
Mengingat
kau penuh seluruh
CayaMu
panas suci
Tinggal
kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku
hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku
mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di
pintuMu aku mengetuk
Aku
tidak bisa berpaling
Puisi tersebut menggambarkan rasa rindu penyair kepada tuhannya sehingga pada saat membacanya pun harus dengan nada syahdu, lambat dan sedih