Rabu, 27 Mei 2020

PARADE PUISI




BUMI  TAMANREA

Jejak mudaku di tanah itu
Asa yang menggantung di pelupuk mata
Menghempas segala sumpek hati remajaku
Bagai nyanyian lepas suka-suka
 Resap merona di sanubari yang nyaris buram

Pada malam-malam sejuk damai kota itu
Kadang hati berbunga mimpi dari cinta para gadis
Yang tersenyum dipucuk-pucuk pepohonan kampus
Hijau muda segar disanubari menggelora

Hari-hari terangkai cerita riang
Tak ada mimpi yang nyaris terkubur
Selamat datang kebahagiaan yang dinanti
Selamat datang kehidupan kampus yang mendewasakan

Rangkaian hari menari selaras tarikan napas semangat
Kadang terantuk pada dinding alam yang suram
Hingga laguku terdengar sumbang penuh luka
Tapi pelangi masih mewarna di kaki langit Tamanrea
Seperti takdir yang tersusun rapi dari Sang pemilik hidup  
Aku tak menyerah memandang memujinya


Tamaranrea bumi asaku
Di tanahmu kutemukan cinta yang bermakna dan tak berbatas
Di langitmu  kuraih ilham kasih sayang
Di butiran embunmu kuresapi nyayian alam yang bersahaja
Di pucuk pepohonanmu selalu menyejukkan mata batin
Tapakku di bumimu telah  mendewasakan metamorphosis hidupku
Kagumku masih setia di setiap sinar mentarimu
Bagai alunan senandung nina bobo yang menghantar awal tidurku

                                                                                                                    Wawotobi, 14 Januari 2015  



 

JIKA SUATU NANTI
(Buat Anak-anakku)

Nak, jika datang waktu azurku
Kuingin kalian ada di sisiku
Memegang tongkat setiaku
Biar aku dapat melihat tulusmu


Jika nanti tiba lemahku
Kuingin ada yang membacakan kisah juangku
Sewaktu mengasuh dan membesarkanmu
Yang semoga Tuhan selalu mencatatnya di buku berlian

Mungkin ada sepenggal ajaran yang kalian kenang
Buat melanjutkan generasi kita di abad datang
Tingkah budi yang mulia dan sebungkus keberanian
Hidup yang kian kerontang berjiwa kesabaran

Di hati bundamu selalu bertahta doa kasih keselamatan
Di hati bundamu tak rela hidup kesengrasaraan
Di pelukan ayahmu terwaris tetesan ilmu kemudahan
Di jiwa kami tak henti teralir peluh darah kita terselamatkan


                                                            Wawotobi, 1 Muharram 1434 H. 15 Nov. 2012  




RINDU BUNDA                  
                                                       


Bunda,….
Ku tahu kau datang jenguk kami, semalam…
Karena rindu kita di hati Satu

Kala bunda masih hidup, teringat masih kecilku, masa sekolah
Bunda menuntun dalam ilmu
Di kala malam terdendang musik hati
Yang megharukanku kini
Nyanyian pagi hari penyejuk kolong rumah
Tempat bunda membesarkan kami, mengasuh hingga suksus hari ini

Terkenang daku dikala kecil, di kala sakit, di kala mengeluh
Bundaku, tempatku berlindung hati nurani dan usap tubuhku

Buda terdera sakit yang sakti, di masa panjang
Kami anak-anaknya teus sekolah meski jauh di negeri seberang
Hanya Semangat hati bunda bertahan menuanti cit harap kami
Hingga bunda skeali semangat menimang kami, kadang sakit mengeluh


Lagu malam ini mengangat kau Bunda yang telah tiada
Tapi bagai kemarin, engkau masih bersama kami
Kutahu ruhmu datang menjenguk cucumu….
Kutahu kau tak jauh…, bagai kemarin,…engkau menanti kami
Kau tersemnyum
Memeluk istriku, hangat bahagia……
Menggendong anak ku dan tangisnya rindu,
cucumu yang sering kau rindukan
di ranjang tetirah mu kemarin

Cucumu bunda adalah menggantimu di dunia ini
Kan kujaga….sperti bunda menjagaku

Rinduku padamu….sangat tinggi
Di sorga kita akan bertemu…..


Wawotobi,  Juli 2007


PELANGI INDONESIA

Sepasang pengantin baru bersanding
Biru  langit negeriku terias pelangi warna-warni
pelangi yang dinyana anak-anak selendang bidadari
berdecap memandang meminang-minang

Masih tersisa sayup nyanyian pesta di rumah biru
Masih terasa panas kemarau yang nyaris tebenam
yang tak lega disirami hujan buatan
yang tak tega dikuburi tanpa nisan
Berontak berombak-ombak
dan menjadi nyanyian

Aku mendengar makna sumpah jadi budaya
Dari Indonesia hingga ke singapura
Sayang tak sewangi sumpah mahapati Gajah Mada
Dan tak segempita sumpah para jong Indonesia raya

Pelangi oh pelangi
mungkin bukan buatan Tuhan
Pelangi makin warna-warni
Mungking akan ke lautan



                                   Wawotobi, 10 Nopember 2009

(Lukman Kudus)











DUA SUMPAH

Sumpah Palapa
Sumpah Gajah mada
Sumpah Nusantara

Sumpahmu adalah bayi Indonesiaraya
Para jong…..para Pemuda
Meng-Indonesia
Dalam Sumpah Pemuda Gajah Mada


(saya bacakan di depan pentas teater malam renungan Sumpah Pemuda
Di Auditorium Ahad Sarita Unilaki, 27 Oktober 2009)





MAKAM LAKIDENDE
Tanah tempatmu terbujur iniAdalah taman surga semerbak wangi
Tikar tempatmu tetirah ini
Adalah sajadah putih titipan nabi

Di atas pusara batu yang dingin
Masih terasa hangat jejak nafasmu di  abad lewat
Masih kudengar  aliran darahmu berdesir satria
Dan singgasana yang dijaga para tamalaki
Tahtamu yang mulia
Pemimpin rakyat konawe

Engkaulah pahlawan sejati
Pemimpin negeri
pembela bangsa
 penyiar  agama

Meski namumu tak tercatat dalam lembar sejarah bangsa
Pun tak tergores pada helai-helai daun lontar sure Lagaligo
Tapi jiwa dan ragamu terserap dalam akar  sanubari kami
Putra-putrimu

Kini,  tahta berganti
Singgasana berganti
Yang tampak hanyalah batu nisan tak bertulis
Kebisuan purba pun  seakan hendak bicara
tentang kebesaran namamu
Mokole I wuta konawe

Unaaha, November 2004
(Lukman Kudus)
Dibacakan oleh Natlis Lamengge, S. Pd. pada Peringatan Hari Pahlawan tgl. 10 November 2004 di lokasi makam Lakidende di Unaaha. Dihadiri oleh Wakil bupati Konawe, Drs. Tony Herbiansah.


PARfUM WEKOILA

Kau tujukan rakitmuPada muara sungai dan tanah rawa ini
Orang-orang memandangmu kagum menyapa
“itulah raja”
Lalu berpuluh tamalaki bersenjata Ta’awu
Menjaga tanpa dendam, tanpa kekerasan

Wekoila Namamu
Putri jelita bergaun merah saga
bergelang petuah sang moyang
 datang dari negeri sawerigading

Entah dengan bahasa apa kau namakan kerajaanmu
tentang muara sungai ini?
Menata kambo-negeri dan rakyat tono dadio
menuai hidup di air Konawe

Wekoila namamu
Bertombak batu cadas dari hulu Konawe
parfummu terbut dari perasan daun-daun lontar
kini jadi pernik pesta tekonggo I wuta morome
Yang ria dilantunkan gadis-gadis Tolaki

Kaulah wanita perkasa di abad lewat 
Masih terasa jejak nafasmu di sungai ini
Mengalir beriak sejak abad purba
menjaga cincin tunanganmu dari kekasihmu Weccudai
Menyanyikan lagu rindu hingga ke daratan cina

Unaaha, April 1995
(Lukman Kudus)



NYAYIAN GADIS TOLAKI


Lagukan merdu rindumu Nggaitentang peluhmu di jauh negeri
biar rajutanku cepat selesai
                    menanti hari dikau kembali 

Ndina di sini berteman sepi
Setiap malam mengigau mimpi
Berpuluh musim abang pergi
Rona hatiku setia menanti

Nyanyikan lagi dukamu nggai
Tentang peluhmu di di tebing curam
agar hatiku turut muram
agar khusyuku setenang diam

Bulan berjanji tiada henti
Musim berganti hati menanti
Kurasa rindu lama berpaut
Hatiku ingin segera berjemput

          Kutahu Nggai mencari ilmu menata asa
          Agar tak ternina-bobok rayuan masa
          kupahat cintaku sepanjang masa
Rinduku….kusimpan dalam kerudung doa

         
                             Tegarkan jiwa langgaimu, Nggai
                             Setegar batu karang di bumi tolaki
                             Aku menanti bersama rajutanku usai   
                             Hingga matahari tak terbit lagi di kaki langit wawotobi
                                     
                                     
Wawotobi,  Desember 1995
(Lukman Kudus)



LAIKAAHA (Rumah Adat Tolaki)


Berdiri tegar di jantung Unaaha
Menjaga makam Lakidende
Termiang kejayaan di abad lewat
Kerajaan yang dijaga para tamalaki

Laika Ndolaki namanya
Simbol kerajaan Konawe di abad enam belas
Tempat musyarawarah para tetua adat
Menata negeri di kambo-kambo tono dadio

Kami di generasi abad handphon
Menjunjung tapak kejayaaanmu di abad ini
Agar generasi cuci-cicit tahu sejarah Moyangnya
Dan tarian molulo masih mengalir dalam darah kami.

                                                                   Wawotobi, Maret 2009









 DOA UNTUKMU NEK

Puluhmu di tengah padang
adalah tetesan sorga yang kukecap kini
buat anak-anakmu dan cucu-cicitmu

Kini peluhmu berganti keluh keriput
terasa hari semakin senja 
Kau lantunkan syair Tuhan di pucuk malam
tentang setianya waktu menjagamu,
Mengujimu

Tuhan tahu rindumu pada-Nya
ingin kembali ke taman Sorga
Memetik buah di tepi air mengalir
sebagai balasan bunga dunia

Tak tega kudengar tatih nafasmu
 mengigau kasih pada sang Ibu yang jauh
 masa kanakmu kadang terming jua
Tapi setiamu tegar menanti waktu

Kuharap Tuhan bijak rindunya
Seperti rindumu pada helai sajadah surga

Amin…



                                                                             Unaaha, 7 Februari 2005